Cerita Ngentot CERITA SEX | POLISI KEHUJANAN
tahun saat ini, wajar saja orang menaruh kasihan terhadapku. Gak ada pekerjaan, karna sudah setahun aku tidak bekerja setelah di PHK dari satu perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia. Disamping itu diriku juga belum menikah. Masyarakat kita, yang selalu “perduli” dengan orang lain, barangkali mereka pusing kenapa aku tidak menikah. Setidaknya saudar2ku dan orang tuaku terkena imbasnya. Itulah alasanku mengasingkan diri menjadi petani di suatu daerah di pinggiran kota.Setelah PHK tahun kemarin, aku membeli lahan seluas 1 hektare. Itulah yang kuolah dengan berbagai tanaman dan kini aku sudah menikmati hasilnya. Uang pesangonku sendiri, tergolong lumayan besar. Karena disamping membeli lahan, aku masih mampu mendirikan rumah buatku di lahan tersebut dan juga sebagai modal untuk mengolah lahanku.
Rumah yang kudirikan cukup bagus untuk daerah pertanian. Berada di pinggir jalan besar antar kota. Namun sangat terpencil untuk ukuran populasi. Memang dari luar orang akan mengira rumah tersebut hanya sekedar rumah seorang petani. Karena jaraknya dengan rumah berikutnya ada lebih kurang 500 m. Perawajahannya dari luar kuset sedemikian rupa agar terlihat sederhana. Untuk penerangan listrik lengkap karena berada di laluan tiang listrik ke desa lain. Namun setelah masuk ke dalam hhhhhmmm aku tak tahu apa yang akan diucapkannya. Ada ruang keluarga lengkap dengan perapian, ada kamar mandi. Karena aku tinggal sendiri aku menempatkan tempat tidurku dekat perapian. Tempat tidurku adalah springbed queen size yang baru bisa kubeli 5 bulan lalu, setelah menjual hasil tanamanku terkumpul.
Aku sangat senang. Kehidupan sex, hmm selama itu aku hanya mengandalkan tanganku. Walau tergolong primitif, yah aku sangat menyenangi genggaman tanganku apalagi saat-saat mau crot. Sangat nikmat sekali. Pancarannya akan kulap kemudian. Aku sangat menyukai saat tembakan mengambang diudara dan mendarat di lantai.Namun perubahan terjadi, aku tidak mutlak mengandalkan tanganku lagi saat ini, setelah aku berjumpa dengan seorang polisi yang berusia 41 tahun.
Segalanya berawal dari 3 bulan lalu. Malam itu…….Saat ini jam 19.30, aku melihat jam di dinding. Hujan mengguyur bumi sejak jam 17 tadi. Setelah makan malam, aku menghabiskan waktu dengan membaca buku di atas tempat tidurku. Perapian masih menyala. Sehingga aku tidak merasa kedinginan walaupun hujan semakin deras padahal aku hanya bercelana pendek dan berkaus oblong. Di saat aku menikmati bacaanku, tiba2 aku dikejutkan oleh ketokan di pintu depan. Aku tidak pernah bertamu di jam seperti ini. Ini tidak biasa. Dengan perasaan dag dig dug aku mengambil sebuah tongkat kayu yang ujungnya agak membesar layaknya pemukul baseball dan mendekati pintu. Ketukannya agak menguat tetapi masih tergolong bersahabat. Aku membuka sedikit, pemukul baseballku di tangan kiri. “Siapa?” aku bertanya. Tetapi mataku sudah menangkap seorang polisi yang celananya basah dari paha sambai bawah. “Selamat malam pak! Maaf saya kehujanan kalo boleh saya berlindung di teras rumah bapak sampai hujan reda” katanya sambil giginya gemeratakan menahan dingin. Aku membuka pintu dan aku keluar sambil memegang pemukul baseballku.
Kulihat sepeda motornya sudah di teras. Lampu terasku sendiri hanya lampu kecil 5 watt. “Boleh saya tahu nama anda?” aku bertanya. “Saya Johan!” katanya sambil merogoh kantong celana bagian belakang. Dan mengeluarkan dompetnya dan menglurkan sebuah kartu pengenal kepadaku. “ Polisi yang sangat bersahabat” pikirku dalam hati. Jarang polisi seperti ini. Aku melihat wajah yang kedinginan. Kulihat air mengalir dari kakinya. “Silakan masuk. Masukkan saja sepeda motornya pak” kataku sambul melangkah masuk karena akupun sudah mulai merasa dinginnya udara luar.
Aku mengunci pintu setelah dia memasukkan motornya. “Namaku Alex. Saya tinggal sendirian di sini. Jadi, sorry tentang pemukul ini” sambil menunjukkan pemukul yang ditangan kiriku. “Oh, tidak apa-apa, itu biasa kok”, katanya sambil memeras kaki celananya. Mataku melihat selangkangan yang padat. Paha yang berisi. Pikiranku mulai kotor. “Kalo masih basah buka aja, nanti malah jadi masuk angin lagi! Kita kedalam aja biar dinginnya hilang” aku melangkah masuk ke ruangan perapian. Dia mengikutiku. Di langsung lari mendekat perapian. “ohh terima kasih enak banget ada perapian” katanya sambil berdiri mulai membuka kancing bajunya. “Oh gak apa-apa” kataku sambil diam-diam mataku tetap melihat tonjolan celananya. “Bapak mau kopi atau barangkali belum makan?” aku menawarkan sebagai tuan rumah yang baik. “Kopi ajalah, kayaknya nikmat banget” Aku melangkah menuju sudut ruangan untuk membuat kopi.
Setelah selesai aku membawa 2 gelas kopi. Dan dibahuku tersampir sarung untuk dia kenakan nantinya. Aku melihat dia masih mamakai celananya, padahal aku ingin sekali melihat bongkahan selangkangannya dalam bungkusan ceana dalam. Akan sangat menggairahkan walau hanya sebentar. Sekalipun dia memakai kaus oblong kas polisinya, namun itu tak cukup menutup tonjolannnya nantinya. “Loh kok gak dibuka sih celananya, kan basah bener itu. Ini sarung bisa dipake” aku meletakkan satu gelas di kursi dan sarung itu kuletakkan di sandaran kursinya. Gelasku kucoba kuhirup. Sambil tersenyum-senyum ia melorotkan celananya. Dan akupun melihat tonjolan itu. Uih begitu mantap dan menggoda. Kurasakan selangkanganku mulai padat. Tetapi dengan cepat dia memakai sarung tadi.
Setelah itu kami ngobrol panjang lebar, yang tak tentu tunjrungannya. Dari perihal kerja sampai urusannya sehingga dia terguyur hujan. Tak luput juga mengapa aku hidup menyendiri dan dianya seorang suami yang jauh dari istri. Tak terasa waktu menunjukkan jam 22.30, aku mulai ngantuk tetapi dia masih nampak segar. Hujan belum juga berhenti. Di tengah obrolan tadi dia masih ingin melanjutkan perjalanan seandainya hujan berhenti, walau kutawarkan juga untuk bermalam.“Aku dah ngantuk nih, aku tidur duluan yah. Kalo nanti hujannya dah reda masih mau jalan bangunkan aja aku. Kalo mau makan ada tuh, jangan sungkan-sungkan anggap rumah sendiri” kataku sambil meluruskan badan. “Oke tenang aja. Istirahat aja duluan” dia masih meringkuk dekat perapian. Akupun melebarkan selimutku.
Tak ada keraguanku sedikitpun kalo dia akan berbuat seperti seorang penjahat nantinya bahkan membunuh. Berawal dari cara dia sebagai seorang yang bersahabat. Akupun tertidur lelap. Sampai tak jadi berangkat dan naik tidur sisampingku, aku tidak tahu, hingga jam 5 pagi aku tebangun karena sesak pipis. Jam 5 pagi aku terbangun karena merasa sesak hendak kencing alias pipis. Kulihat dia tidur lelap menyamping menghadap aku. Selimut yang kami pakai agak melorot sampai sebatas lutut. Sarung yang dia kenakan juga melorot sedikit lebih dalam. Saat aku duduk, aku memperhatikan wajahnya yang lelap dalam dengkurannya. Karena masih mendengkur, aku menyempatkan melotot selangkangannya.
Ternyata dia ngaceng, dengan posisi menyamping, searah ban celana dalamnya. Besar juga ukurannya. Tetapi masih seimbang dengan badannya yang mulai gendut, walau gak gendut-gendut amat. Ada sampai 4 menit aku menikmati pemandangan itu. Namun karena air burungku sudah amat sesak akupun turun dan melangkah ke kamar mandi sambil memperbaiki posisi celana pendekku, dan juga kontolku yang ngaceng melihat pemandangan tadi. Sehabis pipis, sebelum naik tidur kembali, aku menambahkan kayu ke perapian yang masih sedikit membara. Kutuang sedikit minyak agar langsung menyala. Di samping api yang sudah menyala kujerangkan ceret tempat air tehku yang terbuat dari stainless steel.
Hanya sekedar memanaskan karena itu adalah air minum yang sudah dingin.Aku kembali menuju tempat tidur. Yang pertama sekali kuperhatikan tetap selangkangannya. Namun aku heran posisi kontolnya yang mengarah sesuai ban celana dalamnya tadi, sekarang suadah tegak lurus mengarah ke pusarnya. Kepala kontolnya yang tak bersunat, menyembul keluar melewati lingkar kepala jamurnya. Dan posisi tidurnyapun sudah terlentang, namun selimutnya masih sebatas lutut. Karena dia tidak mendengkur lagi, aku cepat-cepat mengalihkan pandanganku dan perhatianku. Aku kembali merebahkan badan dan kutarik selimut dan memperbaiki selimut buat dia. Tanganku kuletakkan di atas perut. Mungkin karena pengaruh kuselimuti tadi, diapun bergerak kembali menyamping mengarah ke badanku.
Aku diam saja. Aku mulai memejamkan mata kembali walau aku tau pasti aku takkan bisa tidur lagi. Dalam pikiranku aku teringat adegan film Brokeback Mountain. Dalam hati juga aku tersenyum sendiri andainya itu terjadi oleh kami. Belum habis aku memengahayalkan film tersebut, tangannya bergerak menangkap setengah jari telunjukku. Dalam hati aku berpikir apa sih maksudnya? Sekejap itu juga aku ada ide. Kudorong jari telunjukku ke arah genggamannya. Dan dia semakin mempererat genggamannya. Kutarik sedikit dia melepas. Kudorong kembali dia kembali menggenggam erat. Kuyakini itu adalah sebuah kode atau sinyal atau lampu hijau. Serta merta kuputar badanku mengarah kepadanya. Dia kupeluk erat dan ternyata diabalasnya dengan pelukan erat pula.
Lalu aku tak segan-segan menempelkan mulutku ke mulutnya yang dibalasnya dengan kuat. Aku menghindari spasi antara mulutnya dengan mulutku agar tidak terlalu jauh. Agar aroma nafas naga tidak tercium. Dia malah lebih melumat lidahku. Dan lidah serta bibirku saling bergantian lumat melumat.Tanpa bicara apa-apa, dia menarik badanku dengan pelukannya ke atasnya. Kini aku telah berada di atas perut dia, tanganku mulai menjelajah dalam kaus polisinya. Dan tangan kananku kerhasil menangkap putting susunya dan langsung kupilin dengan lembut. Sementara tangan kiriku menjelajah dengan susah payah di bagian punggungnya. Kedua tangannya dalam pelukannya yang makin erat, mengelus dan menggosok punggungku dalam kausku. Sangat nikmat sekali. Pantatku kutekan sambil kugesek-gesekkan. Terasa sekali kedua kontol kami sudah maksimal kerasnya. Oleh pilinan jariku di putting susunya, dia bergerak hebat dan melenguh dalam permainan mulut kami. Napas mualai memburu di antara kami.