Cerita Ngentot SEX DEWASA TERJEBAK DI JURANG KENIKMATAN PACAR
Cerita Dewasa Terjebak Di Jurang Kenikmatan Pacar Baruku. Namaku Siska, aku seorang mahasiswi semester akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di kota Bandung. Saat kejadian itu menimpaku, aku sedang duduk di semester 2. Sebenarnya seluruh keluargaku tinggal di kota Jakarta, dan mereka agak keberatan jika aku harus kuliah di luar kota, tapi saat itu aku sudah bertekad untuk belajar hidup mandiri hingga akhirnya mereka mengizinkan aku untuk melanjutkan studi di kota tersebut.
Di Bandung aku tinggal di sebuah kos putri yg letaknya tdk begitu jauh dari kampusku. Aku tinggal bersama seorang temanku yg aku kenal di kampus. Namanya Rosmeri, dia gadis berdarah Sunda asli. Padahal dia bisa saja tinggal di rumahnya yg juga berada di kota Bandung, tp menurutnya dia ingin lebih bisa berkonsentrasi dgn kuliahnya, jadi dia memutuskan untuk tinggal di kos bersamaku.
Rosmeri adalah gadis yg sangat pintar dan juga sopan, begitu sopannya sampai-sampai dia tdk pernah mengenakan pakaian yg seksi atau sedikit terbuka saat bepergian atau berangkat kuliah, padahal menurutku wajah Rosmeri sangat cantik, rambutnya panjang dan hitam dgn kulit tubuh yg putih mulus, layaknya gadis gadis Sunda pada umumnya, sementara postur tubuhnya juga sangat bagus dan proporsional, pinggangnya ramping didukung oleh kedua belah kakinya yg jenjang, apalagi Rosmeri juga memiliki toket yg besar, mungkin dua kali lebih besar daripada toketku. Pokoknya, jika saja Rosmeri mau berdandan dan sedikit mengubah penampilannya, dia bisa menjadi salah satu gadis tercantik di tempat kuliahku.
Untuk memenuhi kebutuhanku agar tdk terlalu mengandalkan uang kiriman dari orang tuaku, aku memutuskan untuk kuliah sambil bekerja paruh waktu di salah satu club billiard yg cukup besar dan eksklusif di kota Bandung. Aku bekerja menjadi salah seorang penjaga meja, sekaligus merangkap pramusaji di club tersebut, kadang kadang aku merasa sangat lelah dan letih, apalagi jika aku harus terpaksa pulang larut malam dari tempat kerja. Tp tdk apalah, yg penting aku bisa mempunyai cukup uang dan dapat memenuhi kebutuhanku sendiri tanpa harus mengandalkan kiriman uang dari orang tuaku, lagipula aku sudah bertekad untuk belajar hidup mandiri.
Hari itu aku sedang bingung, karena besok adalah hari terakhir waktu pembayaran uang semester, padahal kiriman dari orang tua belum juga sampai ke rekeningku, dan saat gajianku masih seminggu lagi, sementara uang tabunganku sudah habis untuk keperluan dan biaya hidupku sehari-hari hingga sore itu aku benar benar pusing memikirkannya. Akhirnya, kuberanikan diri untuk meminjam uang ke club tempat aku bekerja, tp perusahaan tdk dapat mengabulkan permohonanku dgn alasan saat itu tdk ada dana yg tersedia karena seluruh uang yg ada sudah disetorkan ke pemiliknya.
Malam itu, dgn perasaan sedih dan bingung, aku berkemas untuk pulang kembali ke kosku. Saat itu jam kerjaku memang telah selesai. Aku berjalan lunglai dari ruangan karyawan, bingung memikirkan nasibku besok, saat kulihat Rosmeri sudah menungguku di ruang tunggu
“Gimana Sis? Dapat pinjaman uangnya?” tanya Rosmeri
“Nggak bisa Ros.. Nggak apa-apa deh, besok gua minta keringanan aja dari kampus” ujarku dgn nada lemas.
“Elu sendiri, dari mana.? Tumben mampir ke sini?” tambahku sambil melihat ke arah jam tanganku, saat itu sudah hampir jam sepuluh malam, tdk biasanya Rosmeri berani keluar malam-malam, pikirku heran.
“Gua abis dari mall di depan, ngecek ATM, siapa tahu kiriman gua udah sampai, buat nalangin bayaran elu, tp ternyata belum sampai..” ujar Rosmeri dgn nada menyesal.
“Thanks banget untuk usaha lu Ros.” ujarku sambil mengajaknya pulang.
Kami berdua berjalan melewati ruangan billiard. Saat itu di sana masih ada empat orang tamu yg sedang bermain ditemani oleh manajerku, mereka adalah teman-teman dari pemilik club tersebut, jadi walaupun club tersebut sudah tutup, mereka tetap dapat bebas bermain. Aku sempat berpamitan dgn mereka sebelum aku kembali berjalan menuju pintu keluar saat tiba-tiba salah seorang dari mereka memanggilku..
“Sis.., Temenin kita main dong..!” serunya.
“Kita taruhan. Berani nggak?” tambah temannya sambil melambaikan tangannya ke arahku.
Aku tertegun sejenak sambil menatap bengong ke arah mereka. Rupanya mereka sedang berjudi, dan mereka mengajakku untuk bergabung. Wah, boleh juga nih. Siapa tahu menang.., pikirku.
“Taruhannya apa? Saya lagi tdk bawa uang banyak..!” seruku, sementara kulihat Pak Hendra manajerku, berjalan menghampiriku.
“Gampang.., kalau kamu bisa menang, satu game kami bayar lima ratus ribu, tp kalau kamu kalah, nggak perlu bayar, kamu cuma harus buka baju aja, kita main sepuluh game.. Setuju?” seru salah seorang dari mereka.
Aku terkesiap mendengar tantangannya, kulirik Rosmeri yg saat itu sudah berada di depan pintu keluar, dia tampak menggelengkan kepalanya, sambil memberi tanda kepadaku, agar aku cepat-cepat meninggalkan club tersebut.
“Brengsek! Nggak mau..!” ujarku sambil membalikkan tubuhku.
Bisa-bisa aku telanjang kalau dalam sepuluh game itu aku kalah terus, pikirku dgn sebal. Tp tiba-tiba langkahku terhenti saat tangan manajerku menahan pundakku.
“Terima aja Sis, kamu kan lagi butuh uang, lagipula mereka nggak begitu jago kok..!” ujar manajerku berusaha membujuk.
“Tp Pak..!” jawabku dgn nada bingung, sebenarnya aku mulai tertarik untuk memenuhi tantangan mereka, dgn harapan aku bisa memenangkan seluruh game, lagipula aku benar benar membutuhkan uang tersebut.
“Sudahlah.! Kalau kamu bersedia nanti saya kasih tambahan uang, lagipula nggak enak menolak tamu-tamu bos..” ujarnya sambil terus membujukku.
“Oke.. Tp kalau saya kalah terus gimana?” tanyaku kepada mereka.
“Tenang aja, kamu hanya lepas baju aja kok! Kami janji nggak akan berbuat macam macam..!” seru orang yg berada paling dekat dgnku.
“Baik.. Tp janji.. Tdk akan macam macam!” jawabku memastikan perkataan mereka, sementara Rosmeri langsung berjalan menghampiriku.
“Lu udah gila apa Sis..! Gua ngga setuju!” serunya dgn nada marah.
“Tenang aja Ros, elu duduk aja di sana, nungguin gua..! Oke?” ujarku sambil menunjuk ke arah sofa yg berada di pojok ruangan.
“Tp Sis?” ujar Rosmeri dgn wajah ketakutan.
“Udah, nggak apa-apa, elu nggak perlu takut..” sanggahku sambil tersenyum menenangkan hatinya, akhirnya Rosmeri pun berjalan dan duduk di sofa tersebut.
Sudah lima game berjalan, aku menang dua kali dan kalah tiga kali, membuat aku harus menanggalkan jaket, blouse dan celana panjang yg kukenakan hingga saat itu hanya tersisa bra dan CD saja yg masih melekat di tubuhku. Jangan sampai kalah lagi, ujarku dalam hati, dua kali lagi aku kalah, maka aku akan benar-benar Bugil. Pikiranku mulai panik, sementara di pojok ruangan, Rosmeri sudah tampak mulai resah melihat keadaanku.
Tp naas. Udara dingin dari AC di ruangan tersebut membuat aku sulit untuk berkonsentrasi sehingga aku kembali kalah pada game keenam, membuat mereka langsung bersorak riuh, memintaku untuk segera menanggalkan bra yg kukenakan. Aku sudah hampir menangis saat itu, tp mereka terus memaksaku, maka dgn perasaan berat dan malu, akhirnya kulepaskan juga bra yg melekat di tubuhku, membuat toketku langsung mencuat dan terbuka di hadapan mata mereka yg tampak melotot saat memandang tubuh telanjangku.
“Sudah.. Sudah, kita berhenti saja, saya menyerah!” seruku memelas sambil berusaha menutupi tubuh bagian atasku, saat itu aku sudah merasa sangat malu dan tdk lagi berminat untuk meneruskan taruhan itu.
“Nggak bisa..! Perjanjiannya kan sampai kamu telanjang, baru permainannya selesai..!” protes lawan mainku, akhirnya aku hanya bisa menuruti kemauannya.
“Buka.. Buka..!” sorak mereka saat pada game berikutnya aku kembali kalah dan harus melepas CDku.
“Sudah.. Kita batalkan saja taruhannya..!” jeritku sambil meraih pakaianku dan berlari menjauhi mereka, tp salah seorang dari mereka dgn sigap menubrukku dari belakang, membuatku terhempas di atas meja billiard dgn posisi menelungkup dan laki-laki itu menindihku dari atas.
“Lepaskan..!” teriakku kaget sambil meronta dgn sekuat tenaga, tp laki laki itu terus menindihku dgn kuat, membuat aku benar benar tdk bisa bergerak sama sekali, akhirnya aku terkulai lemah tak berdaya sambil terus menangis.
“Pak Hendra..! Tolong saya Pak..!” jeritku sambil menyapukan pandangan mencari manajerku
.
Betapa terkejutnya aku saat kulihat Pak Hendra sedang mendekap tubuh Rosmeri sambil tangannya berusaha melucuti pakaian yg melekat di tubuhnya dibantu oleh tiga orang temannya. Bersamaan dgn itu kurasakan sesuatu mendesak masuk ke dalam liang kemaluanku. Rupanya saat itu laki-laki yg berada di atas tubuhku, sudah akan memperkosaku. Dia menyelipkan batang k0ntolnya dari sela-sela CD yg kukenakan dan terus menekannya dgn keras, membuat batang k0ntolnya makin terhunjam masuk melewati bibir memekku.
“Jangan.. Ouh..!!” jeritku sambil berusaha menahan pahanya dgn kedua tanganku, tp batang k0ntolnya terus melesak masuk, sehingga akhirnya benar-benar terbenam seluruhnya di dalam liang memekku.
“Jangan keluar di dalam, Pak..!” gumamku pelan sambil menahan tubuhku yg berguncang saat laki-laki itu mulai memompaku.
“Oke.. Uh.. Ssh.. Kamu cantik Siska..!” ceracau laki laki itu saat mulai bergerak di dalam tubuhku.
“Ouh.. Hh..!” desahku lirih.
Aku memejamkan mataku, merasakan getaran yg mulai menjalari seluruh tubuhku, saat pemerkosaku menghentakkan tubuhnya dgn makin cepat, membuat aku mulai terangsang saat itu, dan tanpa sadar aku pun ikut menggerakkan pinggulku, berusaha mengimbangi gerakannya.
Aku memang sudah sering melakukan hubungan badan dgn pacarku sejak aku masih duduk di bangku SMU, malah kegadisanku telah terenggut oleh pacarku saat aku masih di kelas satu SMA, dan sejak saat itu kami rutin melakukan aktifitas seks, sampai akhirnya aku pergi melanjutkan studi di Bandung, dan sekarang aku kembali merasakan kenikmatan itu setelah selama satu tahun aku tdk pernah lagi bersetubuh.
“aaahhhhh.. eemmhhh. Ah.” desahku sambil terus menggoyangkan pinggulku.
Sementara di pojok ruangan, kulihat Rosmeri sedang berjuang dgn sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari keempat orang yg sedang menggumulinya. Saat itu keadaan Rosmeri benar benar sudah sangat berantakan, kemeja lengan panjang yg di kenakannya sudah terbuka lebar dan hampir lepas dari tubuhnya, sementara bra yg dikenakannya sudah tampak setengah terbuka hingga membuat satu toketnya menyembul keluar.
“Jangan.. Jangan.. Lepaskan.. Tolong..!” jeritnya keras sambil berusaha meronta dan melawan dgn gigih saat seseorang dari mereka mulai mengangkat rok panjang yg dikenakan oleh Rosmeri.
“Jangan..! Toloong..!” jerit Rosmeri makin keras sambil menendang-nendangkan kedua belah kakinya saat mereka mulai menggeraygi tubuh bagian bawahnya dgn buas.
“Hentikann..! Hentikan.!” teriak Rosmeri putus asa sambil menangis sejadi-jadinya sementara tangannya berusaha menggapai ke arah bawah, mencoba menahan tangan-tangan yg sedang melolosi CDnya, tp gerakannya tertahan oleh tangan Pak Hendra yg saat itu terus mendekap tubuh Rosmeri dari belakang.
Manajerku itu terus memaksanya untuk tetap berada di dalam pangkuannya, sambil sesekali meremas dan mempermainkan puting toket Rosmeri . Beberapa saat kemudian, dua orang dari mereka mengangkat tubuh Rosmeri sambil merenggangkan kedua belah kakinya, sementara Pak Hendra tetap mendekap tubuh Rosmeri sambil mulai mengarahkan batang k0ntolnya ke sela-sela bibir kemaluan temanku itu.
Saat itu keadaan Rosmeri sungguh sangat mengenaskan, pakaian bagian atasnya sudah terbuka dgn lebar, sementara roknya pun telah tersingkap sampai sebatas perutnya, dan aku dapat melihat jelas, saat tubuh Rosmeri tampak menggeliat hebat ketika kedua orang yg mengangkat tubuhnya itu mulai menurunkannya dgn perlahan, membuat batang k0ntol Pak Hendra melesak masuk ke dalam liang memeknya.
“Ough..! Jangaan..!” jerit Rosmeri parau sambil meringis kesakitan ketika memeknya mulai dijejali oleh kemaluan Pak Hendra.
Perlahan, kulihat batang k0ntol itu terus melesak masuk sampai akhirnya lenyap dan terbenam seluruhnya di dalam liang rahim Rosmeri, saat itu tubuh Rosmeri benar-benar telah menyatu dgn tubuh Pak Hendra. Dan Rosmeri tampak mengerang kesakitan sambil menggeliatkan tubuhnya.
“Arghh.. Sakitt.., perihh, lepaskan itu dari tubuhku..!” jerit Rosmeri dgn nafas yg tersengal-sengal, dia masih berusaha meronta, ketika Pak Hendra mulai bergerak di dalam tubuhnya, membuat Rosmeri makin menjerit-jerit kesakitan, sampai akhirnya tubuhnya terkulai lemas tak sadarkan diri di dalam dekapan Pak Hendra.
Pak Hendra masih terus memompa tubuh Rosmeri yg pingsan itu dgn kasar, begitu kasarnya hingga membuat tubuh temanku itu ikut berguncang dgn hebat. Toketnya yg besar tampak menggeletar dan terlempar kesana kemari saat tubuhnya bergerak naik turun, sementara saat itu aku pun masih terus digarap oleh laki-laki yg sedang memperkosaku, sampai akhirnya tubuhku menegang dgn keras.
“Ohh..!” aku mendesah keras saat telah mencapai orgasme, seluruh sumsum di tulangku serasa ditarik keluar ketika aku benar-benar telah mencapai puncak kenikmatan, tp tiba-tiba aku menjadi panik luar biasa saat kurasakan k0ntol laki-laki itu berdenyut keras di dalam liang rahimku.
“Jangan.. Jangan di dalam..! Lepaskan.. Bajingan..!” jeritku putus asa saat kurasakan cairan hangat membanjiri rongga kemaluanku. Laki-laki itu telah menyemburkan cairan spermanya di dalam liang rahimku.
Sesaat kemudian posisinya sudah digantikan oleh temannya, dan aku kembali diperkosa. Sementara di pojok ruangan, Rosmeri pun masih terus digarap oleh mereka, kulihat darah keperawanannya meleleh keluar dari sela-sela bibir memeknya, bercampur dgn cairan sperma, saat seorang dari mereka mulai kembali melesakkan liang memek Rosmeri dgn batang k0ntolnya.
Malam itu, Aku dan Rosmeri menjadi piala bergilir, tubuh kami berdua dikerjai dan diperkosa habis-habisan oleh mereka. Siksaan itu baru berakhir saat waktu sudah menunjukkan jam empat subuh. Kulihat di depanku tertumpuk sejumlah uang pecahan seratus ribu.
Kuraih uang tersebut sambil berusaha bangkit dan mengenakan seluruh pakaianku, setelah itu aku berjalan mendekati tubuh Rosmeri yg masih meringkuk di sudut ruangan. Saat itu dia sudah siuman dari pingsannya, dia mengerang kesakitan sambil menangis meratp kegadisannya yg telah terenggut paksa pada malam itu. Kurangkul tubuhnya dan membantunya berjalan pulang..
Sebelum sepuluh tahun yg lalu aku hanyalah anak laki-laki biasa yg senang bermain bola di lapangan yg becek sisa hujan semalam atau berlari-larian mengejar laygan putus sampai ke kebun orang dan dimarahi sang pemilik kebun. Tp kemudian..
“Kak, mandi dulu baru makan!” teriak ibuku dari dapur.
“Ntar ah, lapar nih, Bu!” balasku juga berteriak.
“Kamu sih, main dari mulai pulang sekolah, baru pulang sore-sore begini.” Ibuku mengomel.
Habis mau bagaimana lagi aku suka sekali bermain laygan, apalagi sekarang sedang musimnya, jadi banyak sekali layg-layg yg berterbangan di atas langit sana mengajakku bermain kejar-kejaran dengannya.
“Ntar Mas Tono mau ke sini lho!” ucap ibuku.
“Iya, udah tahu!” balasku.
Mas Tono, pamanku, adalah anak dari kakak perempuan ayahku yg tinggal di sebuah kota di Jawa Tengah yg terkenal dgn candi Borobudurnya, dan di situ pulalah Mas Tono bekerja sebagai seorang tentara berpangkat sersan dua. Tp walaupun tempat tinggal kami berjauhan, keluarga kami dan paman sudah sangat dekat. Dua atau tiga minggu sekali Mas Tono datang berkunjung ke rumah kami di Bandung.
Apabila paman datang aku pasti merasa sangat senang. Mengapa? Karena paman sangat baik, ia selalu mengajakku pergi berbelanja ke supermarket, dia membelikan banyak sekali barang yg kuminta. Ia sangat suka dgn anak kecil. Selain itu Mas Tono belum menikah padahal umurnya sudah hampir kepala tiga. Ia bilang pada ayahku bahwa ia belum siap untuk berumah tangga.
“Joni sini, ada Mas Tono.” panggil ibuku dari ruang tamu.
“Bentar Bu, lagi mandi.” teriakku dari dalam kamar mandi.
Kupercepat mandiku, kubilas seluruh busa-busa sabun yg menempel di badan hingga bersih, kemudian kuambil handuk dan kukeringkan di tubuhku. Lalu aku bergegas masuk kamar. Saat pintu kamar kubuka, ternyata Mas Tono sudah ada di dalam kamar.
“Udah mandinya?” tanyanya.
“Udah, seger banget Mas!” jawabku.
“Sini dibajuin sama Mas Tono.”
“Lepasin dulu handuknya, Jon!”
Kulepaskan handuk dari tubuhku. Paman menatapku dgn pandangan aneh, lurus dan tajam ke arahku, tepatnya tubuhku.
“Mas Tono! Mas Tono!” kupanggil namanya beberapa kali.